Ibu

ASSALAMU`ALAIKUM WARAHMATULLAH

Ibuku mengajar bahawa hidup yang susah, senang kemudian. 
Betapa kemiskinan hanyalah bagai tetamu senja,
yang beransur pulang ke dalam kegelapan, diganti bulan. 
Katanya, kesenangan demi kesenangan akan melimpah. 
Aku bertanya: "Di mana ibu?" Dia hanya tersenyum-
tunduk menghadap mukaku sambil mengusap rambutku ke belakang. 
Ada daerah bergenang air mata.

Dalam kedut-kedutnya yang bergentayangan,
Aku nampak manusia yang telah berdekad lamanya,
Membanting tulang, memerah keringat.
Dalam kedutnya itu daki kehidupan bergumul.
Air mata, darah dan peluh bercampur dan bergaul.
Namun pandangannya tidak saja pernah tumpul,
Dan senyumnya yang mahir menyembunyikan luka,
Selalu mekar dan mewangikan dunia.

Dia jarang mengeluh, jarang mendengus.
Kuatnya harus dicontohi anak-anak.
Tekalnya harus jadi teladan mereka.
Ibuku selalu menyingsing lengan baju,
Menghabiskan semua tugas kerja.
Jemarinya sudah mengerekot digigit waktu,
Kukunya menguning oleh masa-masa;
Masa-masa yang memaksanya
Untuk merendam diri dalam kelenguhan.

Aku mahu jadi seperti ibu,
Punya kekuatan membanting hidup,
Agar kesusahannya tanggal dari keluarga, 
Yang dia sayang.

Comments

Popular Posts